Senin, 12 Desember 2011

STEREOTYPE MASYARAKAT TERHADAP SISWA YANG BERSEKOLAH di SEKOLAH LUAR BIASA DESA SENENAN KECAMATAN TAHUNAN KABUPATEN JEPARA


A.    LATAR BELAKANG
Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan yang mempunyai tugas untuk membantu peserta didik mendapatkan pengetahuan serta mengantarkan peserta didik menjadi manusia yang sukses dalam bangsa dan negara demi tercapainya tujuan bangsa Indonesia yang termaktub dalam Undang-Undang alinea ke empat yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia. Hal ini sangat jelas sekali bahwa Indonesia mempunyai tujuan yang mulia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, bahkan dimasukkan dalam Undang-Undang. Namun selain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dunia pendidikan juga masih mempunyai tugas yaitu untuk membina dan mengembangkan prestasi-prestasi anak bangsa terlebih apabila dapat mengharumkan nama Indonesia ke manca Negara.

Sekolah Luar Biasa adalah salah satu lembaga pendidikan yang dipunyai oleh Indonesia yang khusus menaungi anak-anak yang mempunyai kekurangan mbaik dalam hal fisik ataupun mental. Walaupun Sekolah Luar Biasa adalah sekolah yang menaungi anak-anak yang mempunyai kekurangan dalam fisik ataupun mental, tapi sesungguhnya anak-anak yang bersekolah di SLB bukan berarti berbeda dengan anak normal lainnya, mereka sama.
Akan tetapi, kerap kita temui bahwa anak-anak yang bersekolah di SLB ini tidak dianggap oleh masyarakat, bahkan dipandang sebelah mata karena semata-mata Sekolah Luar Biasa identik dengan anak-anak yang mempunyai kekurangan.
Baru-baru ini Indonesia disuguhkan oleh prestasi-prestasi anak bangsa yang membanggakan, baik di dalam maupun di luar negeri. Di dalam negeri dapat dicontohkan seperti Wahyu Setiawan dalam kejuaraan melukis, Saiful dalam kejuaraan pantomim, Anung Indo Prakoso dalam kejuaraan cipta karya tulis.. Dan prestasi di luar negeri dapat dicontohkan diraih oleh Reviera dalam kejuaraan renang internasional. Mereka merupakan sebagian kecil contoh anak-anak bangsa yang sangat membanggakan yang berasal dari Sekolah Luar Biasa.  
Anak-anak ini merupakan sebagian kecil dari contoh anak-anak yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa. Selama ini masyarakat telah memandang buruk tentang citra anak yang bersekolah di SLB, tapi dengan adanya fakta ini dapat mematahkan pandangan buruk masyarakat terhadap citra anak yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa.
Warga Indonesia pada khususnya tidak pernah menyadari bahwa diantara beberapa anak bangsa yang mengikuti kejuaran dan telah mengharumkan nama bangsa tersebut terselip suatu ironi. Beberapa diantara anak bangsa yang telah mengaharumkan nama bangsa tersebut, katakanlah Reviera anak Down Syndrome yang menang dalam kejuaraan renang internasional merupakan salah seorang anak yang selama ini dipandang sebelah mata oleh masyarakat umum karena anak tersebut mungkin mempunyai perbedaan dengan anak yang lain.
Sesungguhnya, anak-anak ini apabila diberi pilhan tentu saja tidak ingin memilih untuk dilahirkan mempunyai kekurangan. Akan tetapi, harus diingat bahwa sesungguhnya di dunia ini tidak ada manusia yang lahir sempurana, karena Allah menciptakan manusia pasti beserta kekurangannya, namun tergantung kadar kekurangan orang tersebut.
Anak-anak yang selama ini dikucilkan dan tidak pernah dianggap oleh masyarakat umum ini, seakan mau membuktikan bahwa mereka sama dengan anak normal lainnya. Sehingga mereka menunjukkan dengan caranya sendiri yaitu dengan memperlihatkan kepada masyarakat bahwa mereka sesungguhnya mampu serta sama dengan anak normal lainnya. 
Seharusnya masyarakat pada umumnya serta warga Indonesia pada khususnya dapat lebih menganggap keberadaan anak-anak ini, terlebih lagi apabila dapat turut serta dalam mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki anak-anak tersebut. Selain itu juga pemerintah yang diberi kepercayaan oleh masyarakat seharusnya lebih mengembangkan potensi-potensi semua sumber daya manusianya sebaik-baiknya tak terkecuali walaupun dari anak yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa, karena sesungguhnya anak-anak ini juga sama dengan anak-anak pada umumnya, Cuma mereka mempunyai kekurangan yang dapat dilihat oleh mata.

B.   RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji sebagai berikut :
a.       Bagaimanakah pandangan masyarakat terhadap siswa yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB)?
b.      Alasan apakah yang menyebabkan masyarakat berpandangan negatif terhadap anak yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB)?

C.  TUJUAN PENELITIAN
Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai adalah mengetahui tentang:
a.       Pandangan masyarakat terhadap siswa yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB)
b.      Alasan yang menyebabkan masyarakat berpandangan negatif terhadap anak yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB)

D. MANFAAT PENELITIAN
1.      Manfaat Teoritis
Untuk memberikan sumbangan yang positif bagi pembaca serta dapat menambah khasanah pengetahuan atu sebagai kajian ilmiah suatu fenomena sosial stereotype masyarakat terhadap siswa yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB).

2.      Manfaat Praktis
a.       Bagi Universitas Negeri Semarang
Bagi lembaga terutama Universitas Negeri Semarang dapat menambah referensi bacaan mengenai stereotype masyarakat terhadap siswa yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB).

b.      Bagi Masyarakat
      Masyarakat dengan membaca penelitian ini diharapkan dapat mengubah pandangan negatif terhadap anak yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa, sehingga anak-anak tersebut dapat diterima dalam masyarakat sebagai anak normal lainnya. Sehingga diharapkan terjadinya perubahan sikap yang dilakukan oleh masyarakat terhadap anak yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa.

E. TINJAUAN PUSTAKA
Berbagai penelitian yang berhubungan mengenai stereotype atau pandangan negatif masyarakat terhadap anak yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa telah banyak dilakukan dari berbagai sudut pandang. Berikut ini adalah beberapa penelitian yang telah dilakukan hubungannya dengan pandangan negatif masyarakat terhadap siswa yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa.
Diantaranya yaitu penelitian yang telah dilakukan oleh Agustina (2008), yang memandang bahwa interaksi yang terjadi anatara anak tuna rungu dengan guru pengajar yang awalnya mengalami kesulitan pada akhirnya dapat berjalan dengan baik. Hal tersebut disebabkan karena kesabaran serta tanggung jawab yang besar yang dijalankan sebaik mungkin oleh para guru pengajar. Agustina disini mencoba menjelaskan dari sudut pandang bagaimana pola interaksi yang terjadi pada siswa tuna rungu di Sekolah Luar Biasa. Interaksi disini dijadikan sebagai pembahasan di dalam penelitian, karena Agustina memandang bahwa interaksi adalah hal yang mendasari agar proses pembelajaran di dalam Sekolah Luar Biasa agar dapat berjalan dengan baik.
Lain lagi dengan Barozah (2007), yang memandang dari pola interaksi social santri dengan masyarakat sekitar. Barozah melihat adanya bentuk interaksi social santri dengan masyarakat sekitar yang berupa kerjasama. Hal ini dapat dilihat bahwa terdapatnya  hubungan baik yang terjalin anatara santri dengan masyarakat di sekitar pesantren tersebut. Dari penelitian yang telah Barozah ini juga mengambil hal utama yaitu berupa interaksi yang dilakukan oleh santri terhadap masyarakat di sekitar pesantren. Hal ini dapat menggambarkan betapa pentingnya hubungan berupa interaksi yang baik dengan masyarakat sekitar dapat menghasilkan hubungan yang baik pula serta harmonis.
Sutanto (2007) juga mengambil tuna rungu sebagai subjek penelitiannya. Dalam penelitian Sutanto menyebutkan bahwa para siswa yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa “Dena Upakara” memiliki latar belakang yang berbeda baik itu meliputi social budaya, ekonomi dan keluarga. Menurut Sutanto, kekurangan pendengaran merupakan kendala yang sangat mengganggu dalam komunikasi dan hal inilah yang menjadi tantangan sehari-hari di Sekolah Luar Biasa tersebut.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Mayasofa (2010) yang memandang dari sudut pandang pengembangan kemampuan sosialisasi anak. Mayasofa menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kemampuan social meliputi situasi social seperti pemberian contoh, norma-norma seperti peraturan dan sanksi, individu membentuk kepribadian sikap, kedudukan individu identitas seseorang dalam kelompok, interpretasi individu proses pemahaman.
Seperti juga penelitian yang telah dilakukan oleh tim peneliti STAIN Kudus (2006) yang menyimpulkan bahwa terkendalanya proses belajar mengajar dengan lancar karena berbagai alasan yang diantaranya yaitu guru yang kurang memadai, buku-buku mata pelajaran yang masih sedikit, serta kurikulum sendiri yang seharusnya menggunakan kurikulum khusus belum dicanangkan. 

F. LANDASAN TEORI
1.  Sekolah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sekolah merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran. Sehingga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sekolah sebuah institusi yang di dalamnya terjadi proses pembelajaran. Pembelajaran disini dapat diartikan sebagai suatu proses transfer ilmu yang dilakukan oleh guru kepada siswa serta transfer pengetahuan yang awalnya belum tahu menjadi tahu.
Sedangkan ada pengertian yang lain yang menyebutkan bahwa sekolah merupakan sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa (atau "murid") di bawah pengawasan guru. (Wikipedia bahasa Indonesia, 2011). Sebagian besar negara memiliki sistem pendidikan formal, yang umumnya wajib. Dalam sistem ini, siswa kemajuan melalui serangkaian sekolah. Sekolah sebagai lembaga yang digunakan sebagai sarana untuk pengajaran ini harus melibatkan antara guru sebagai pengajar serta murid sebagai yang diberi pengajaran.
Dari dua definisi mengenai sekolah diatas mencerminkan bahwa sekolah merupakan sebuah institusi (lembaga) atau bangunan yang didalamnya terdapat proses belajar mengajar yang melibatkan guru sebagai pengajar, serta murid sebagai orang yang diberi pengajaran.
Saat ini, kata sekolah berubah arti menjadi: merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran.Sekolah dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah. Kepala sekolah dibantu oleh wakil kepala sekolah.Jumlah wakil kepala sekolah di setiap sekolah berbeda, tergantung dengan kebutuhannya. Bangunan sekolah disusun meninggi untuk memanfaatkan tanah yang tersedia dan dapat diisi dengan fasilitas yang lain.
Ukuran dan jenis sekolah bervariasi tergantung dari sumber daya dan tujuan penyelenggara pendidikan. Sebuah sekolah mungkin sangat sederhana di mana sebuah lokasi tempat bertemu seorang pengajar dan beberapa peserta didik, atau mungkin, sebuah kompleks bangunan besar dengan ratusan ruang dengan puluhan ribu tenaga kependidikan dan peserta didiknya. Berikut ini adalah sarana prasarana yang sering ditemui pada institusi yang ada di Indonesia, berdasarkan kegunaannya:
a.      Ruang Belajar
Ruang belajar adalah suatu ruangan tempat kegiatan belajar mengajar dilangsungkan. Ruang belajar terdiri dari beberapa jenis sesuai fungsinya yaitu:
·         Ruang kelas atau ruang Tatap Muka, ruang ini berfungsi sebagai ruangan tempat siswa menerima pelajaran melalui proses interaktif antara peserta didik dengan pendidik, ruang belajar terdiri dari berbagai ukuran, dan fungsi.Sistem kelas terbagi 2 jenis yaitu kelas berpindah (moving class) dan kelas tetap.
·         Ruang Praktik/Laboratorium ruang yang berfungsi sebagai ruang tempat peserta didik menggali ilmu pengetahuan dan meningkatkan keahlian melalui praktik, latihan, penelitian, percobaan. Ruang ini mempunyai kekhususan dan diberi nama sesuai kekhususannya tersebut, diantaranya:
o    Laboratorium Fisika/Kimia/Biologi,
o    Ruang keterampilan, dll

2.      Sekolah Luar Biasa
Sekolah Luar Biasa adalah salah satu jenis sekolah yang bertanggung jawab melaksanakan pendidikan untuk anak anak yang berkebutuhan khusus. Sekolah ini mempunyai tanggungan untuk memberi pengajaran kepada anak-anak yang sedikit berbeda dengan anak-anak normal lainnya. Anak-anak ini hanya mempunyai sedikit keberbedaan dengan anak normal yang lain, namun mereka juga butuh mengenyam ilmu pengetahuan yaitu dengan bersekolah. Dan tugas pemerintah sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 5 ayat 1 bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Maka pemerintah harus mengupayakan bagaimana cara untuk dapat menyamaratakan atau memberikan hak seadil-adilnya kepada setiap warga Negara.
Khusus bagi para penyandang cacat disebutkan dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 2 bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Pendidikan khusu yang dimaksud adalah pendidikan luar biasa. Pendidikan luar biasa seperti yang termuat dalam Peraturan Perundang-undangan no 72 tahun 1991 adalah pendidikan yang khusus diselenggarakan bagi peserta didik yang menyandang kelainan fisik ataupun kelainan mental.
a.      Tujuan Sekolah Luar Biasa
Pendidikan luar biasa bertujuan membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik ataupun kelainan mental agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan ketrampilan sebagai pribadi ataupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan. Sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan no 72 tahun 1991.
b.      Program Pendidikan
Sekolah Luar Biasa secara umum dibebani tugas untuk melayani beberapa atau semua jenis ketunaan seperti yang tercantum dalam Tabel dibawah ini.
Tabel Jenis Ketunaan Sekolah Luar Biasa
No
Jenis Ketunaan
Keterangan
1
Tunanetra

2
Tunarungu

3
Tunagrahita

4
Tunadaksa

5
Tunalaras

6
Tunaganda

Keterangan:
Pelayanan jenis ketunaan pada suatu Sekolah Luar Biasa sangat tergantung pada studi kelayakan yang antara lain mengungkapkan kebutuhan jumlah dan jenis ketunaan tertentu yang harus dilayani di lingkungan tersebut.
c.        Organisasi Sekolah
Organisasi sekolah luar biasa secara umum tersusun dari unsur:
1.       Kepala Sekolah
2.       Beberapa Wakil Kepala Sekolah
3.       Unit Tata Usaha
4.       Beberapa Ketua Jurusan/Instansi
5.       Guru
d.      Siswa
Jumlah siswa per kelas dalam jajaran sekolah luar biasa bervariasi banyaknya. Sekolah luar biasa direncanakan untuk dapat menampung maksimal 18 siswa per kelas.
Tipe Sekolah luar biasa dan jenjang pendidikannya untuk tiap jenis ketunaan yang dibuka seperti terdapat dalam Tabel Komposisi Kelas dibawah ini.
Jenjang Pendidikan Sekolah Luar Biasa
http://www.ditplb.or.id/images/PedomanTEknisSLB.jpg
e.   Sarana dan Prasarana Pendidikan
Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan yang dibutuhkan untuk operasional Sekolah Luar Biasa  terdiri dari:
1.       Lokasi
2.       Areal
3.       Utilitas dan Infrastruktur
4.       Bangunan
5.       Peralatan
6.       Perabot
7.       Buku
8.       Bahan
Bangunan yang dibutuhkan secara umum dapat dikelompokkan menjadi bangunan administrasi, bangunan untuk kegiatan belajar mengajar dan bangunan untuk mewadahi kegiatan penunjang kegiatan belajar mengajar maupun administrasi.

3.      Stereotype
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, stereotip merupakan konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yg subjektif dan tidak tepat. Sehingga disini stereotip diartikan sebagai suatu pelabelan terhadap suatu golongan yang bersifat subjektif namun dalam hal pelabelan negatif. Stereotip ini mengarah kepada tindakan negatif karena merupakan tindakan justifikasi yang berupa hal negatif kepada sesorang.
Di dalam salah satu situs web menerangkan mengenai stereotip yang telah dilabelkan oleh warga negara kebangsaan lain kepada warga negara Indonesia, (devari, 2008) diantaranya yaitu :
1. Fearful (Penakut)
2. Neurotic  mental (emosional tidak seimbang)
3. Extrovert (ekstrofet)
4. Conscientious (pantang menyerah)
5. Warm and friendly people (hangat dan ramah)
6. Lazy (malas)
7. No planners (tidak punya rencana)
8. Religious (relgius)
9. Family-oriented (berorientasi kepada keluarga)
10. Invented the rubber-time / rarely on time (jarang tepat waktu)
11. Corrupt (korupsi)
13. Silent in meetings (diam saat rapat)
14. Can’t swim (tidak dapat berenang)
15. Lacking discipline (kurang disiplin)
17. Use feeling not logic (menggunakan perasaan bukan logika)
18. Do not follow rules (tidak mengikuti aturan)
19. Resistant to change (tidak suka perubahan)
20. Tolerant (toleransi)
Dari beberapa stereotip diatas telah menggambarkan betapa orang di luar Indonesia sangat melabelkan Indonesia yang mana lebih banyak label negatif daripada positif. Namun tidak semua label yang diberikan orang luar negeri daiatas adalah label yang bersifat negatif, karena ada juga label positif walaupun hanya beberapa.
                       
4.      Masyarakat
Masyarakat di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yg mereka anggap sama. Dalam hal ini dijelaskan bahwa masyarakat merupakan sekelompok orang yang saling terikat oleh suatu buadaya yang sama dimana mereka tinggal dan hidup.
Berbeda lagi dengan pendapat lain yang menyebutkan mengenai masyarakat yaitu sebagai segolongan orang yang membentukkan sistem separuh tertutup dan berkongsi kebudayaan, adat-adat, nilai-nilai, undang-undang dan sebagainya,  (Wikipedia, 2011).
Dari dua pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian masyarakat adalah dua atau lebih orang yang tinggal dan hidup bersama yang mempunyai tujuan bersama serta dibatasi oleh nilai dan norma yang mengatur dalam kelompok tersebut sehingga dapat hidup teratur dan harmonis.


G.  KERANGKA BERPIKIR

Kerangka berpikir merupakan sebuah bagan atau alur kerja dalam memecahkan permasalahan penelitian. Kerangka kerja tersebut dimulai dari permasalahan sampai pencapaian tujuan (Astuti, 2010:45).












STEREOTYPE
BERASAL DARI

 






MASYARAKAT
 






SISWA SEKOLAH LUAR BIASA
 






SIKAP
 





PENERIMAAN DARI MASYARAKAT.
Dan Perubahan Pandangan Masyarakat

 
 
























Dalam bagan atau laur kerja diatas menggambarkan bahwa masyarakat merupakan pusat dari segala yang menjalankan kehidupan bersama. Dari masyarakat, manusia mengenal kebudayaan, dari masyarakat pula manusia mengenal nilai serta norma. Sehingga disini yang menjalankan kehidupan bersama tentu saja adalah masyarakat.
Namun bagaimana apabila masyarakat telah melakukan penjustifikasian terhadap sesuatu. Penjustifikasian masyarakat terhadap sesuatu yang lebih kepada hal-hal yang bersifat negatif dalam dunia sosiologi dapat dikatakan sebagai pelabelan negatif atau stereotype.
Stereotype dalam bagan atau alur kerja diatas menjelaskan bahwa siswa Sekolah Luar Biasa kurang mendapat perhatian dari pihak masyarakat, atu bahkan sering dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Hal ini menimbulkan permasalahan karena masyarakat tidak bersikap adil serta objektif dalam memandang sesuatu yang berada di masyarakat.
Siswa-siswi Sekolah Luar Biasa sesungguhnya juga merupakan siswa biasa layaknya anak normal lainnya, namun mereka hanya mempunyai sedikit kekurangan dari anak normal lainnya. Apabila masyarakat dapat memahami bahwa sesungguhnya manusia diciptakan di duni ini tidaklah ada yang sempurna. Manusia diciptakan dengan kelebihan serta kekurangan dari masing-masing orang, tergantung kadar kekurangan serta kelebihan orang tersebut.
Dalam alur kerja diatas diaharapkan aka nada tujuan yang dapat tercapai, yaitu adanya perubahan pandangan masyarakat terhadap siswa yang brsekolah di Sekolah Luar Biasa serta perubahan sikap dari masyarakat terhadap anak yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa tersebut.


H.            METODE PENELITIAN
1.      Pendekatan Penelitian
Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Sehingga nantinya akan didapatkan data berupa data kualitatif. Seperti yang dijelaskan oleh Wina Sanjaya (2009:85) data kualitatif adalah data yang berhubungan dengan kualitas tertentu seperti baik, sedang, dan kurang. Dalam penelitian ini hasil akan didapatkan data berupa deskripsi mengenai pandangan negatif dari masyarakat terhadap siswa yang bersekolah di Sekolah Luar Bahasa.

2.      Lokasi Penelitian
Alasan peneliti memilih lokasi Sekolah Luar Biasa di Desa Senenan Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara karena lokasi ini adalah sekolah yang banyak dipilih masyarakat Jepara untuk menyekolahkan anak mereka yang mempunyai perbedaan dari anak-anak yang lain. Sehingga peneliti dapat mengambil informasi dari sekolah tersebut, karena Sekolah Luar Biasa ini adalah sekolah yang mempunyai siswa paling banyak di Kabupaten Jepara. Siswa yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa ini pun juga tidak hanya dari satu latar belakang keluarga, melainkan dari berbagai latar belakang sehingga peneliti akan menganggap akan mendapat informasi lebih lengkap apabila mengambil lokasi ini.

3.      Fokus Penelitian
Fokus penelitian merupakan salah satu unsur atau fenomena yang dijadikan sebagai bahan penelitian. Adanya fokus penelitian akan membatasi studi yang berarti bahwa dengan adanya fokus yang diteliti akan memunculkan suatu peubahan atau subjek penelitian menjadi lebih terpusat dan terarah, kemudian penentuan fokus penelitian akan dapat menetapkan kriterian-kriteria untuk menjaring informasi yang diperoleh.
Fokus penelitian pada penelitian ini adalah stereotype atau pelabelan negatif masyarakat tehadap siswa yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa. Dimana Sekolah Luar Biasa identik dengan keterbelakangan. Namun setiap manusia di dunia diciptakan beserta kekurangan serta kelebihannya masing-masing. Sehingga siswa yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa ini tidak semata-mata merupakan siswa yang mempunyai keterbelakangan, tetapi mereka juga mempunyai kelebihan yang tidak pernah dipandang oleh masyarakat. Karena alasan itulah peneliti mengambil tema tentang stereotype masyarakat terhadap siswa yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa.

4.      Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.       Informan
Informan ini dipilih dari beberapa orang yang betul betul dapat dipercaya dan mengetahui objek yang diteliti (Koentjaraningrat, 1993:30). Informan dalam penelitin ini adalah :
1.      Masyarakat pada umumnya yang bertempat tinggal di Jepara. Masyarakat ini merupakan salah satu informan yang sangat penting dalam menggali informasi karena data akan lebih banyak didapatkan untuk menyelesaikan penelitian dari informan masyarakat ini.
2.      Siswa Sekolah Luar Biasa atau pengajar Sekolah Luar Biasa yang dipandang peneliti sebagai aktor yang dijadikan subjek penelitian oleh peneliti. Dan diantara siswa serta pengajar Sekolah Luar Biasa merupakan informan yang paling paham, karena informan ini terlibat langsung dalam kegiatan pebelajaran di dalam Sekolah Luar Biasa.
3.      Orangtua atau walimurid dari siswa yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa. Orangtua merupakan informan yang didapat informasinya karena merupakan pihak yang mengetahui bagaimana pandangan masyarakat mengenai anak mereka yang mereka sekolahkan di Sekolah Luar Biasa.   

b.      Sumber buku
Sumber buku yang dimaksud dalam hal ini adalah buku-buku atau literatur yang berkaitan dengan stereotype masyarakat terhadap siswa yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa, dan sumber buku-buku lain yang mendukung penulisan ini.


c.       Foto
Masa sekarang ini adalah masa dimana serba menggunakan peralatan serba berteknologi. Sehingga pada masa sekarang ini peneliti lebih sering menggunakan foto sebagai alat penelitian kualitatif karena dapat dipakai dalam berbagai keperluan.
Foto menghasilkan data berupa gambar atau keadaan pada waktu foto tersebut diambil, sehingga foto ini sangat mendukung penulisan penelitian. Nantinya gambar-gambar yang berupa foto ini akan dapat dijadikan sebagai dokumentasi dan dapat diinterpretasikan dan dianalisis.
Dalam penelitian ini foto digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan serta kehidupan siswa yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa serta pandangan masyarakat itu sendiri.

5.      Metode Pengumpulan Data
Berdasarkan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, maka ada beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu observasi langsung dan wawancara.
a.       Winshield survey (mengamati sekilas menggunakan kendaraan)
Teknik ini dilakukan untuk memperoleh pandangan atau gambaran umum tentang keadaan kehidupan dan aktivitas sehari hari di wilayah Desa Senenan Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara. Teknik ini dilakukan dengan pengamatan yang dilakukan pertama kali dengan sekilas menggunakan kendaraan. Hal ini dilakukan hanya untuk melihat gambaran umum tentang keadaan di lingkungan tersebut.
b.      Observasi langsung (pengamatan langsung)
Menurut Wina Sanjaya (2009 : 86) yang dimaksud observasi adalah teknik mengumpulkan data dengan cara mengamati setiap kejadian yang sedang berlangsung dan mencatatnya dengan alat observasi tentang hal-hal yang akan diamati atau diteliti. Teknik ini dilakukan dengan partisipasi pasif karena peneliti hanya mengamati segala peristiwa ataupun kegiatan yang berkaitan dengan kehidupan di daerah Sekolah Luar Biasa yaitu di Desa Senenan Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara.
Data dari pengamatan langsung didapatkan dari seorang peneliti yang terjun langsung ke lapangan dan mengamati segala yang berkaitan dengan kehidupan dan aktivitas orang yang berkaitan dengan penelitian ini.
c.       Wawancara
Peneliti akan lebih banyak bertanya kepada informan guna memperoleh data tentang bagaimana pandangan masyarakat selama ini mengenai siswa yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa di Desa Senenan Kabupaten Jepara. Teknik ini dilakukan secara tidak formal dan secara akrab sehingga informan lebih terbuka menjawab segala pertanyaan yang diberikan oleh peneliti. Seperti apa yang telah dikemukakan oleh Wina Sanjaya (2009:96) bahwa wawancara atau interview dapat diartikan sebagai teknik mengumpulkan data dengan menggunakan bahasa lisan baik secara tatap muka ataupun melalui saluran media tertentu. Di dalam teknik ini peneliti dituntut untuk membangun raport terlebih dahulu supaya informan yang diteliti sudah tidak sungkan lagi menceritakan segala sesuatu yang ia ketahui menyangkut nikah kontrak kepada peneliti. Sehingga pada akhirnya akan terbangun hubungan yang sangat nyaman antara informan dan peneliti dan akan didapatkan kerjasama antara informan dan peneliti.
Data didapatkan berupa hasil jawaban dari informan. Data tersebut merupakan sumber data yang sangat penting dalam sebuah penulisan. Sehingga teknik ini dikenakan kepada seluruh informan yang memang berkaitan.


6.      Validitas Data
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan data. Kriteria validitas untuk penelitian kualitatif adalah makna langsung yang dibatasi oleh sudut pandang peneliti itu sendiri terhadap proses penelitian (Wina Sanjaya, 2009).
Untuk mnghasilkan informasi yang akurat, agar tidak salah dalam mengambil keputusan, maka dapat digunakan teknik triangulasi, yakni suatu cara untuk mendapatkan informasi yang akurat dengan menggunakan berbagai metode agar informasi itu dapat dipercaya kebenarannya sehingga peneliti tidak salah mengambil keputusan (Wina Sanjaya, 2009). Teknik triangulasi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik pembandingan data yang diperoleh dari sumber. Dalam hal ini dapat diperoleh dengan jalan :
1.      Membandingkan data hasil observasi dengan data hasil wawancara.
2.      Membandingkan data hasil wawancara yang dikatakan secara pribadi dan data hasil wawancara secara umum.
a.       Metode analisis data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Adapun satuan analisis penelitian yang digunakan adalah orang orang yang terlibat langsung dengan siswa Sekolah Luar Biasa Desa Senenan Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara.
Menurut Wina Sanjaya (2009:106) menganalisis data adalah suatu proses mengolah dan menginterpretasikan data dengan tujuan untuk mendudukkan berbagai informasi sesuai dengan fungsinya hingga memiliki makna dan arti yang jelas sesuai dengan tujuan penelitian. Tindakan analisis data digunakan dari awal penelitian hingga akhir. Selanjutnya data yang diperoleh dari hasil wiendshield survey, pengamatan dan juga wawancara disusun berdasarkan tema, kategori, golongan. Data yang telah terkumpul perlu dianalisis yakni diolah dan interpretasikan sehingga data itu memberikan informasi yang berarti data yang telah terkumpul tidak akan bermakna tanpa dianalisis yakni diolah dan diinterpretasikan.
Karena peneliti tidak hanya melakukan wawancara, maka peneliti dapat membandingkan antara yang diberikan jawaban oleh informan dan juga keadaan kenyataan di lapangan lewat hasil pengamatan. Setelah itu peneliti akan mencari titik permasalahan tersebut.
b.      Keterbatasan penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh pengetahuan tentang kehidupan siswa yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa di Desa Senenan Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara. Penelitian ini bertujuan memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam mengenai kehidupan para pelaku. Subjek penelitian ini tidak telalu besar dan hanya yang tentu saja tidak mewakili seluruh informan. Penelitian ini tidak bermaksud menggeneralisasikan hasil penelitian pada objek yang lebih besar.


I.   DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Cintia. 2008.  Proses Interaksi Sosial Anak Penyandang Tuna Rungu Dengan Guru Pengajar dan Teman Sesama Penyandang Tuna Rungu. Semarang : FIS UNNES.
Astuti, Tri Marhaeni Puji. 2010. Penulisan Karya Ilmiah. Semarang : UNNES Press.
Barozah. 2007. Pola Interaksi Sosial Santri dengan Masyarakat Sekitar. Semarang : FIS UNNES.
Hakim, Arief Rahman. 2008. Pola Asuh Orang Tua Dalam Membina Kepribadian Anak. Semarang : FIS UNNES.
Kategori Masyarakat. (2011). diupdate 6 Juli 2011. dari http : //ms.wikipedia.org/wiki/Kategori:Masyarakat
Mayasofa, Emy. 2010. Pengembangan Kemampuan Sosialisasi Anak di Panti Asuhan Aisyiyah Kabupaten Kudus. Semarang : FIS UNNES
Pustaka Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Sanjaya, Wina. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Kencana.
Sekolah Luar Biasa Yayasan Pembinaan Anak Cacat di Semarang. (2011). 1 April 2011. dari
http://eprints.undip.ac.id/26550/

SEKOLAH LUAR BIASA YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT DI SEMARANG


Stereotype Indonesia Versi Bule .(2008). diupdate 20 Januari 2008. dari  http://www.devari.org/2008/01/20/stereotype-orang-indonesia-versi-bule/
Sutanto, Aris Wijaya. 2007. Profil Sekolah Luar Biasa Tunarungu “Dena Upakara”. Semarang : FIP UNNES.
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003. Tentang Pendidikan Khusus bagi penyandang kelainan khusus. Jakarta : Sinar Grafika.
Undang-undang Republik Indonesia No. 72 Tahun 1991. Tentang Tujuan Sekolah Luar Biasa. Jakarta : Sinar Grafika.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar